IMPLEMENTASI KURIKULUM
A.
Pendahuluan
Sebuah kurikulum sekolah akan lebih
berharga/berbeda jika kurikulum tersebut dapat memberi hasil pada siswa.
Kurikulum yang dirancang dengan baik, haruslah dilaksanakan di seluruh sekolah,
dan berdampak pada siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Persoalannya adalah
pelaksanaan/implementasi kurikulum tidak mempertimbangkan tahapan penting.
Selain itu implementasi kurikulum juga banyak diisi dengan kegiatan kurikulum
yang tidak memiliki pandangan makro baik dari segi proses maupun inovasi yang
memerlukan pengawasan. Keberhasilan implementasi/pelaksanaan kurikulum, tidak
saja tergantung pada perencanaan, tapi juga pada gambaran awal tahapan proses
pengembangan untuk implementasi kurikulum.
B. Sifat Alami Implementasi Kurikulum
Menurut Lislie Bishop, implementasi kurikulum membutuhkan restrukturisasi
dan penggantian. Implementasi/pelaksanaan kurikulum membutuhkan reorganisasi
dan penyesuaian kebiasaan individu, cara berperilaku, program, tempat belajar,
jadwal dan kurikulum yang ada. Seorang pemimpin kurikulum dapat memicu
perubahan perilaku stafnya, tergantung pada kualitas perencanaan awal, dan
ketepatan langkah-langkah pengembangan kurikulum yang telah dilakukan. Seiring
dengan perkembangan waktu, implementasi kurikulum telah menjadi perhatian utama
pendidikan, selain itu telah banyak biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan
proyek kurikulum namun masih banyak yang tidak berhasil.
Pada
saat mengevaluasi pelaksanaan kurikulum, kita perlu mempertimbangkan pendapat
para pendidik. Banyak pendidik yang beranggapan bahwa implementasi kurikulum
hanyalah sebuah langkah lain dari perencanaan kurikulum, dan guru bisa dengan
lebih mudah melanjutkan tahap perencanaan tersebut menjadi tahap pelaksanaan.
Setelah meninjau beberapa proyek inovatif Fullan dan Pomfret mengungkapkan
bahwa dalam pengamatan mereka, implementasi inovasi yang efektif membutuhkan
waktu, interaksi dan kontak pribadi, penataran dan lain-lain. Mereka juga
menyebutkan bahwa guru harus mengetahui dengan jelas tujuan, sifat dan manfaat
dari sebuah inovasi/perubahan kurikulum.
Implementasi/pelaksanaan
kurikulum di seluruh kabupaten dan sekolah melibatkan pengajaran individu
tentang nilai/komponen sebuah program baru. Beberapa tahun lalu ilmuwan sosial mendefinisikan
implementasi kurikulum masih digunakan:
- Penerimaan
- Seiring waktu
- Dari beberapa item, ide atau praktek
- Adopsi oleh individu, kelompok, atau unit lain yang terhubung
- Untuk saluran komunikasi tertentu
- Untuk struktur sosial
- Suatu sistem nilai/budaya.
Keith Leithwood menganggap pelaksanaan
kurikulum merupakan proses pengurangan perbedaan antara praktek yang ada dengan
yang disarankan oleh inovator/agen perubahan. Pelaksanaan kurikulum
mempengaruhi perubahan perilaku secara bertahap, sehingga orang membutuhkan waktu
untuk menyetujui suatu perubahan.
Yang harus kita ingat adalah, Implementasi/pelaksanaan
kurikulum membutuhkan waktu, karena pelaksanaan kurikulum melibatkan upaya
mengubah pengetahuan, sikap dan tindakan individu. Implementasi adalah proses
interaksi antara orang-orang yang menciptakan program dan yang menyampaikannya.
1. Hubungan Pelaksanaan Untuk Perencanaan
Keberhasilan pelaksanaan kuriukulum
merupakan hasil dari perencanaan yang cermat. Menurut Edgar Morphet et al, agar
proses perencanaan dan pelaksanaan menjadi efektif dan bermakna, maka hubungan
keduanya haruslah dipertimbangkan dengan cermat. Perencanaan yang efektif harus
berhubungan dengan perubahan yang diinginkan dan mengidentifikasi apa yang
dapat dilaksanakan.
Implementasi
kurikulum membutuhkan perencanaan, perencanaan berfokus pada 3 faktor yaitu
orang, program dan organisasi/lembaga. Ketiga faktor tersebut harus saling
mendukung satu dengan yang lainnya. Ada orang berpendapat hanya dengan satu
faktor dapat memfasilitasi pelaksanaan kurikulum, namun idealnya adalah ketiga
faktor ini harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan kurikulum.
Seorang pemimpin kurikulum harus
benar-benar bekerja dengan mempertimbangkan 3 faktor, yaitu orang, program dan
organisasi. Ketiga faktor ini harus saling terintegrasi agar dapat mewujudkan
implementasi kurikulum yang baik. Salah satu faktor kegagalan proyek
kurikulum di tahun 1960-an adalah karena
gagal untuk mengambil “akar”nya bahwa perubah kurikulum(inovator) hanya
berpusat pada perubahan sebuah program, tapi tidak memperhatikan kebutuhan guru
dan organisasi Sekolah Amerika.
2.
Incrementalisme
Setiap
orang ingin berubah, tetapi mereka juga takut dengan perubahan, terutama
perubahan yang datang dengan cepat dan mereka tidak memiliki kontrol/pengaruh atas
perubahan tersebut. Dunia guru tidak memungkinkan menerima perubahan yang cukup
banyak. Both Fullan dan Goodglad juga mengatakan bahwa rutinitas sehari-hari
guru adalah menyajikan pelajaran, sehingga guru hanya memiliki sedikit
kesempatan untuk berinteraksi dengan rekannya. Selain itu Seymour Sarason juga
mengomentari bahwa isolasi/pengasingan guru dalam sekolah, memiliki dampak
negatif terhadap perubahan. Menurutnya sekolah membuat guru merasa
profesionaally, guru bertanggung jawab sendiri, dan mereka memecahkan persoalan
sendiri, sehingga guru melihat perubahan dalam program sebagai kegiatan
individu.
Keadaan ini memberi efek pada psikologis guru,
guru merasa tidak menyukai administrator dan agen perubahan yang dianggap tidak
peduli dengan penderitaan guru. Dan Lortie menyatakan bahwa pada kenyataannya
banyak faktor yang mempengaruhi guru menerima suatu perubahan :
Guru memiliki ketahanan untuk berubah,
karena mereka percaya bahwa lingkungan kerja mereka tidak pernah mengizinkan untuk
menunjukkan apa yang benar-benar bisa mereka lakukan. Banyak perubahan yang
ternyata tidak mengatasi berbagai permasalahan. Ada beberapa prinsip yang
memandu perubahan perilaku orang dewasa. Prinsip ini menggambarkan pelaksanaan
kurikulum memfasilitasi keterlibatan aktif para guru untuk adanya pengalaman
belajar, mendorong keterbukaan dan kepercayaan, serta memberikan umpan balik,
sehingga peserta menyadari kontribusi dan bakat mereka dihargai.
Guru memerlukan waktu untuk mencoba
program baru yang akan dilaksanakan, untuk merefleksikan tujuan-tujuan baru,
konten dan pengalaman belajar serta mencoba tugas baru. Selain itu guru juga butuh waktu untuk
menentukan strategi untuk program baru dan diskusi dengan rekan-rekan sejawat.
Idealnya
proses pelaksanaan kurikulum memberikan waktu pada guru untuk mencoba kurikulum
baru tersebut. Loucks dan Lieberman mengemukakan bahwa guru dapat melalui tingkatan penggunaan kurikulum baru, yaitu :
1. Guru perlu waktu menyesuaikan diri dengan bahan
dan tindakan yang dibutuhkan untuk kurikulum baru.
2. Seiring dengan waktu, guru menerima kurikulum
baru, dan berinisiatif memodifikasi kurikulum, yang disesuaikan dengan
kebutuhan siswa dan pandangan filsafat mereka sendiri.
Hal ini berarti agar implementasi
kurikulum berjalan sukses, maka dibutuhkan waktu bagi guru untuk “membeli”
kurikulum baru tersebut dan untuk menjadi terampil dalam menyampaikan program
baru tersebut.
3. Komunikasi
Kemunculan
sebuah program baru yang sedang dirancang, memerlukan adanya saluran komunikasi
terbuka, agar program tersebut tidak muncul secara mengejutkan. Sebuah
implementasi kurikulum akan berhasil dengan adanya diskusi antara guru, kepala
sekolah dan pekerja kurikulum lainnya. Diskusi ini akan mempermudah memperkenalkan
sebuah program baru, dan mempermudah proses pengiriman pesan/informasi.
Seorang
pemimpin perlu mengkomunikasikan asumsi yang mendasari sebuah program baru, nilai-nilai serta sudut
pandang program baru tersebut pada
stafnya. Jika program baru adalah sebuah perubahan besar dari program yang ada
sebelumnya, maka pemimpin kurikulum dapat mengkomunikasikannnya melalui
pertemuan, lokakarya, demonstrasi dan lain-lain.
Karena itu kunci keberhasilan sebuah
komunikasi adalah Individunya. Philip Phenix menyatakan hambatan nyata untuk
komunikasi bukan teknis tapi manusia. Dengan demikian, pemimpin kurikulum harus
menciptakan iklim yang kondusif untuk terjadinya komunikasi efektif antara
staff pendidikan dengan masayarakat (Perorangan dan komunikasi massa). Semua
orang dipersilahkan untuk menyampaikan pandangan mereka dan mereka
bertanggungjawab untuk berpartisipasi menyampaikan pesan pada pelaksanaan
kegiatan kurikulum.
4. Kerjasama
Agar perubahan kurikulum berhasil dan
dilembagakan, maka harus ada kerjasama
antar semua orang yang terlibat dengan pelaksanaan program. Sebuah tinjauan
penelitian mengungkapkan bahwa keberhasilan pelaksanaan kurikulum akan meningkat,
jika guru berpartisipasi aktif dalam pengembangan dan pelaksanaan kurikulum.
Charles
Silberman mengungkapkan bahwa banyak reformasi tahun 1950-an yang menyatakan
bahwa guru-guru keluar dari proses pendidikan. Para inovator menginginkan guru
membuat handout (ringkasan) materi. Guru merasa program hanyalah sebuah
perubahan/pembaharuan yang tidak bisa mereka kendalikan, sehingga program ini
tidak bisa sepenuhnya dapat dilaksanakan. Suatu perubahan akan efektif jika
guru berkomitmen untuk perubahan tersebut dan mengganggap perubahan itu dapat
mengatasi kebutuhan dan masalah yang mereka hadapi.
Dalam
menciptakan suatu perubahan pendidik perlu memperhatikan kebutuhan guru,
komitmen dan keterampilan guru, serta bagaimana melibatkan guru dalam
pelaksanaannya, karena guru sebenarnya ingin terlibat dalam perubahan tersebut
dan ikut terlibat dalam keputusan, yang mencerminkan filosofi mereka dan
orientasi kurikulum untuk pendidikan.
Dari sisi lain ada yang juga ingin
melibatkan siswa dalam proses pengembangan dan pelaksanaan kurikulum, dengan
melibatkan ide-ide siswa serta menguji dan memodifikasi program baru. Selain
itu ada juga kelompok minoritas yang menginginkan keterlibatan masyarakat dalam
pengembangan dan pelaksanaan kurikulum, untuk memastikan pandangan mereka
terwakili dan anak-anak mereka tidak didiskriminasi dalam pelaksanaan program
baru.
5. Dukungan
Dalam pelaksanaan kurikulum juga dibutuhkan dukungan biaya/keuangan.
Perancang kurikulum perlu memberikan dukungan untuk program baru/modifikasi
program yang mereka anjurkan, agar pelaksanaan program segera dilaksanakan.
Para pendidik butuh waktu untuk pelatihan (membahas kebutuhan guru), dan waktu
untuk menyesuaikan diri dengan program baru. Program pelatihan yang efektif
harus fleksibel untuk merespon perubahan kebutuhan guru/staf. Program pelatihan
ini juga sebagai wadah untuk menanggapi keberatan/kekhawatiran guru/staf serta
menilai ketercapaian tujuan.
Pengembangan
dan pelaksanaan program baru membutuhkan dukungan keuangan. Artinya tanpa
dukungan keuangan, pengiriman/penyampaian program baru ke seluruh kabupaten
akan gagal. Jika suatu sekolah membuat program baru menggunakan dana
pemerintah, maka mereka harus menemukan cara untuk mendukung program tersebut,
yang pernah dilaksanakan dengan dana/anggaran rutin sekolah. Selain itu uang
juga dibutuhkan untuk melengkapi bahan dan peralatan agar melembagakan sebuah
program baru. Untuk itu diperlukan kerjasama antar semua pihak di sekolah, dan
kepala sekolah menjadi kunci sukses sebuah inovasi dan pelaksanaan kurikulum.
Selain itu keberhasilan pelaksaan kurikulum juga membutuhkan kerjasama diantara
sesama rekan kerja. Dengan kerjasama ini guru bisa saling berbagi ide, bersama-sama
memecahkan masalah dan membuat bahan ajar secara kolaboratif (berkelompok).
C. Implementasi
Kurikulum Sebagai Sebuah Proses Perubahan (inovasi)
Implementasi
kurikulum merupakan bagian penting dari pengembangan kurikulum, ini berarti
kegiatan kurikulum adalah kegiatan perubahan. Setiap orang yang melakukan
perubahan haruslah memahami perubahan itu sendiri, konsep dan jenis perubahan,
dan memungkinkan individu untuk menentukan sumber perubahan. Perubahan dapat
terjadi dalam 2 cara , yaitu:
- Perubahan yang cepat
- Perubahan yang lambat.
Menurut penelitian, perubahan
kurikulum dapat berhasil dilaksanakan (baik secara cepat dan lambat), ada 5 pedoman untuk membantu kita menghindari
kesalahan dimasa lalu :
1. Inovasi/perubahan
yang dirancang untuk meningkatkan prestasi siswa
2. inovasi/perubahan yang sukses memerlukan perubahan
dalam struktur sekolah tradisional.
3. Inovasi/perubahan harus dikelola dan layak untuk
semua guru (rat-rata guru).
4. keberhasilan pelaksanaan sebagai upaya perubahan
harus organik, bukan birokrasi.
5. Hindari sindrom “ melakukan sesuatu, melakukan
apa-apa”.
Kelima pedoman ini secara sitematis
harus saling terkait. Pengguna kurikulum akan mendapatkan keuntungan dengan
mempertimbangkan penerapan mereka dalam konteks tertentu, pada sekolah sendiri,
atau sekolah kabupaten.
1. Sebuah
Teori perubahan
Perubahan
adalah hasil dari pengetahuan baru. Lovell dan Wiles menyajikan suatu model
perubahan yang menggabungkan konsep sosial dan psikologis. Model ini
menunjukkan bahwa guru dan siswa merupakan sistem, dan mereka yakin mereka
dapat mencapai tujuan dengan lebih efektif sebagai sistem daripada sebagai
individu. Model ini dapat digunakan untuk berbagai proses perubahan, seperti
proses kepemimpinan, komunikasi dan pemecahan masalah. Proses perubahan
dipengaruhi oleh sistem eksternal (umpan balik dari lingkungan ) dan kekuatan. Pemimpin
kurikulum harus memfasilitasi proses perubahan melalui: 1) kepemimpinan;
2) komunikasi; 3) pelepasan potensi manusia; 4) pemecahan masalah bersama; dan
5) evaluasi.
Lovell dan willes menunjukan bahwa
perubahan dapat dicapai melalui proses yang berkesinambungan dari
disequilibration dan reequilibration melalui kegiatan pemecahan masalah.
Konsekuensi keberhasilan penggunaan pendekatan ini adalah dengan menciptakan
kekuatan eksternal dan internal baru yang menstimulasi perubahan dan perbaikan
sistem kurikulum.
2. Perubahan
Tipilogi
Warren
Bennis mengidentifikasi beberapa jenis penggunaan perubahan :
- Penggunaan terencana, yaitu perubahan dimana orang yang terlibat dalam proses perubahan mempunyai kekuatan dan fungsi yang sama dalam mode yang ditentukan. Perubahan yang terencana adalah ideal.
- Perubahan yang ditandai dengan paksaan oleh satu kelompok menentukan tujuan. Kelompok mempunyai kontrol yang besar dan menjaga keseimbangan yang tidak setara.
- Perubahan Interaksi, yang ditandai dengan penetapan tujuan bersama, dan antara setiap kelompok memiliki kekuasaan distribusi yang sama.
Kebalikan dari perubahan terencana
adalah perubahan acak, yaitu perubahan yang terjadi tanpa berpikir jelas, dan
tidak ada penetapan tujuan pada peserta. Perubahan alam/acak yang terjadi di
sekolah, dimana kurikulum disesuaikan/dimodifikasi dan diterapkan bukan sebagai
hasil analisis yang cermat, melainkan sebagai respon terhadap kejadian tak
terduga, misalnya adanya tuntutan kelompok tertentu /badan legislatif untuk
melaksanakan suatu program tertentu.
Menurut Robert Chin ada tiga jenis
strategi perubahan yang juga dapat dianggap sebagai tipilogi perubahan:
1. Strategi Empiris-rasional, yang menekankan
pentingnya mengetahui perlunya perubahan dan memiliki kompetensi untuk
menerapkannya.
2. Strategi Normatif-reedukatif yang didasarkan pada
rasionalitas dan kecerdasan manusia.
3. Strategi Kekuatan, mengharuskan individu sesuai
dengan keinginan mereka yang berada dalam posisi unggul mereka. Memaksa
individu itu mematuhi berbagai keinginan dari mereka yang lebih pandai.
3. Mengubah
Menurut Kompleksitas
Dalam proses
perubahan ada 5 jenis perubahan yang menggunakan kompleksitas sebagai
penyelenggara:
- Pergantian, dimana perubahan menjelaskan penggantian satu elemen dengan elemen lainnya.
- Perubahan, dimana perubahan hadir ketika seseorang memperkenalkan ke bahan yang ada, item dan konten baru, bahan atau prosedur yang berkemungkinan untuk lebih mudah diadopsi.
- Gangguan, yakni perubahan awalnya bisa mengganggu program, tapi kemudian pemimpin kurikulum dengan sengaja menyesuaikannnya dengan program yang sedang berlangsung dalam jangka waktu yang singkat.
- Restrukturisasi, yakni perubahan yang menyebabkan modifikasi dari sistem itu sendiri.
- Perubahan orientasi nilai, yakni pergeseran filosofi dasar peserta atau orientasi kurikulum.
4. Perlawanan
Perubahan
Seorang pemimpin kurikulum menerima bahwa manusia
adalah kunci keberhasilan kegiatan dan
pelaksanaan kurikulum. Banyak orang yang suka dengan pengaturan sekolah sebagai
birokrasi. Para pendidik berpendapat mereka percaya bahwa ada hal-hal yang
tidak perlu dirubah, atau perubahan yang disarankan tidak bijaksana sehingga
tidak produktif dalam memenuhi tujuan sekolah. Mereka belum memiliki
perencanaan yang memadai, tentang apa yang akan dilihat dari program baru atau
menunjukan cara-cara yang membuktikan program baru lebih unggul dari yang sudah
ada.
Seringkali guru tidak sepenuhnya bersedia
mengikuti perkembangan ilmiah, karena mereka tidak sekedar mengikuti ledakan
pengetahuan yang membuat mereka berkomitmen untuk perubahan kurikulum dan
pelaksanaan program baru. Guru melihat perubahan hanya sebagai menambah
pekerjaan, menambah beban sehingga tidak memiliki waktu lagi, dan tidak ada
tambahan biaya untuk pekerjaan tambahan lain. Banyak guru yang kewalahan dengan
perubahan yang diusulkan dan implikasinya.
Guru melihat
kurikulum baru mengharuskan mereka untuk mempelajari keterampilan mengajar
baru, mengembangkan kompetensi baru dalam pengembangan kurikulum, pengelolaan
sumber belajar atau memperoleh keterampilan baru dalam hubungan interpersonal.
Kenyataan dalam beberapa kasus, banyak program pendidikan guru yang gagal untuk
mengembangkan kompetensi yang diperlukan guru untuk menjadi peserta aktif dalam
inovasi.
Menurut Edgar Friendenberg, orang yang
masuk ke pengajaran cenderung konformis dan tidak inovatif. Selain itu pendidik
merasa ketidakpastian yang menumbuhkan rasa tidak nyaman, karena banyak
pendidik yang sudah nyaman dengan keadaan sekarang dan enggan untuk berubah
untuk masa depan yang mereka tidak memahaminya dengan jelas.
Faktor lain yang menyebabkan orang menolak
perubahan adalah kecepatan perubahan. Banyak orang merasa sesuatu yang
dilaksanakan saat ini, mungkin nanti akan ditinggalkan saat inovasi lainnya
muncul, sehingga membuat usaha mereka sia-sia. Selain itu orang menolak inovasi
dan pelaksanaan kurikulum juga karena kurangnya pengetahuan. Banyak orang yang
tidak tau tentang inovasi dan tidak memiliki informasi yang lengkap tentang
itu.
Menurut Everett Rogers ada beberapa hambatan
untuk mendapatkan orang yang terlibat dalam perubahan. Mereka saat ini masih :
1. Ada penghargaan/reward kecil untuk menjadi
inovator pendidikan.
2. Pendidikan tidak diatur dengan agen perubahan,
seseorang yang memberikan bantuan atau jawaban pertanyaan.
3. Inovasi pendidikan memiliki keunggulan merata atas
ide-ide atau program yang mereka gantikan.
4. Keadaan inovatif di sekolah sering tidak menjadi
tanggung jawab individu, dan beberapa proses dan struktur formal untuk
perubahan ada di sekolah.
5. Metode difusi di sekolah tidak jelas menjelaskan,
ada berapa jalan komunikasi dan tindak lanjut untuk program baru.
5. Peningkatan Penerimaan Terhadap
Perubahan
Kegiatan
kurikulum melibatkan
pemikiran dan tindakan manusia. Implementasi kurikulum juga merupakan proses
kelompok yang melibatkan individu yang bekerja bersama-sama. Pemimpin Kurikulum
juga dapat meningkatkan kemauan pendidik untuk berubah dengan
"menghubungkan" kebutuhan dan harapan individu dengan orang-orang dalam
organisasi. Setiap orang memiliki kebutuhan dan harapan, ia mengharapkan untuk
memenuhinya dalam organisasi sekolah tertentu. Getzels dan Guba telah menciptakan model yang
menggambarkan hubungan utama antara kepribadian individu dan kebutuhan serta
peran lembaga yang diharapkan. Ada beberapa pedoman yang dapat membantu individu meningkatkan
penerimaan mereka untuk inovasi kurikulum:
- Aktivitas/kegiatan kurikulum haruslah bekerjasama. Rasa kepemilikan dicapai dengan melibatkan orang-orang secara langsung dan tidak langsung dengan aspek-aspek utama pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Ketika orang berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan program, maka mereka akan memperoleh pemahaman dan komitmen terhadap tujuan dan alasan pokok yang mendasari filsafat.
- Beberapa orang menyukai perubahan, dan beberapa orang tidak menyukai perubahan. Perlawanan terhadap ide baru ini sering dialami. Pemimpin Kurikulum harus mengantisipasi, dan menyiapkan prosedur untuk menghadapi ini.
- Inovasi adalah subjek perubahan. Tidak ada yang dilihat sebagai sesuatu yang tetap/permanen. Kurikulum baru disajikan sebagai respon terhadap waktu dan konteks tertentu. Perubahan merupakan sesuatu yang konstan dan orang-orang perlu menyadari bahwa semua program akan dilihat kembali menjadi konstan jika diteruskan.
- Tepat waktu adalah kunci untuk orang meningkatan penerimaan untuk inovasi. Jika komunitas sekolah ini menuntut bahwa sebuah program baru akan dibuat untuk menanggapi kebutuhan Nasional, maka sebuah program baru ditujukan untuk keberhasilan penerimaan kebutuhan. Namun, jika orang merasa puas dengan program saat ini dan ada sedikit permintaan untuk perubahan dari staf atau komunitas lain, kemudian perubahan kurikulum tidak harus dicobakan. Dan juga, jika staf telah lengkap merevisi atau menciptakan sebuah program yang besar, hal ini kemungkinan besar tidak ide yang baik untuk melibatkan orang yang sama dalam upaya pengembangan kurikulum utama lainnya
D. Model Implementasi Kurikulum
Dengan mempertimbangkan
keseluruhan proses kegiatan kurikulum akan dapat membantu pendidik untuk
memilih sebagian pendekatan untuk pelaksanaan kurikulum. Pemilihan Model
Implementasi kurikulum sering tergantung pada pilihan filosofis. Ben Harris menjelaskan
bahwa strategi yang ditawarkan untuk mengembangkan pendidikan tidak mudah untuk
diidentifikasi. Ben Harris mengamati bahwa usul umum untuk strategi perubahan
meliputi: 1) menjelaskan bentuk otoritas; 2) menyertakan peserta dalam
penentuan tujuan, pemilihan staf, dan evaluasi; 3) penetapan peran dan tanggung-jawab
guru; 4) pelatihan personil dalam strategi perubahan dan teknik resolusi
konflik; dan 5) melengkapi sebagian
dampak dengan melibatkan dukungan.
1.
Mengatasi Penolakan
Terhadap Perubahan Model
Mengatasi penolakan terhadap perubahan model (ORC)
model didasarkan pada asumsi menurut Neal Gross, bahwa keberhasilan atau
kegagalan dari upaya perubahan organisasi yang direncanakan, pada dasarnya adalah
sebuah fungsi dari kemampuan para pemimpin untuk mengatasi penolakan staf
terhadap perubahan yang ada sebelum, atau pada saat pengenalan inovasi. Kebanyakan
orang dalam organisasi prihatin tentang perubahan karena mereka akan bekerja
lebih keras tapi tidak/kurang dibayar. Manajer bahkan menolak perubahan karena
mereka takut posisi mereka akan menjadi lemah atau mereka akan lebih jauh dari
kekuasaan. Manager harus menunjukkan kepada orang bahwa nilai-nilai, asumsi,
dan keyakinan mereka termasuk dalam prograrn baru yang diusulkan. Manajer harus
ingat prinsip utama untuk menangani orang dalam suatu sistem yaitu kita harus
membujuk dan memotivasi bawahan bukan memerintah mereka, sehingga mereka
benar-benar ingin memiliki cara (perubahan) baru tersebut.
Salah satu strategi untuk mengatasi penolakan
terhadap perubahan adalah perimbangan kekuasaan antara manajemen dan anggota organisasi, administrator sekolah dan guru. Para pemimpin
inovasi menerima bahwa bawahan mereka awalnya akan cendrung negatif terhadap inovasi dan menolak inovasi tersebut. Penolakan ini dapat dihindari jika anggota staf terlibat dalam
pembahasan menciptakan
program dan dalam musyawarah untuk mengembangkannya. Pemimpin Kurikulum pendidikan, sadar akan fakta ini, mereka membiarkan bawahannya untuk berpartisipasi dalam keputusan-keputusan tentang program
perubahan.
Pemimpin kurikulum menggunakan ORC Model menyadari
bahwa mereka harus mengidentifikasi dan
menangani masalah staf. Hall dan Loucks telah mencatat bahwa kekhawatiran dapat
dikelompokkan ke dalam empat tahapan perkembangan yang luas :
Tahap 1 : Kekhawatiran yang tidak terkait. Pada
tingkat ini guru tidak memahami
hubungan antara diri dan perubahan yang disarankan. Misalnya, jika
program ilmu baru sedang diciptakan di sebuah sekolah, guru akan mengetahui upaya,
tetapi tidak akan mempertimbangkan bahwa dia akan dipengaruhi oleh keterkaitan
dengan upaya.
Tahap 2 : Keprihatinan
pribadi. pada tahap ini, individu bereaksi terhadap inovasi dalam kaitannya
dengan situasi pribadi. berkaitan dengan bagaimana mereka membandingkan program
baru dengan program yang sedang berjalan, khususnya untuk mengetahui apa yang
dia lakukan.
Tahap 3 : Keprihatinan yang berkaitan dengan tugas. Keprihatinan
yang menonjol pada tingkat ini berhubungan dengan penggunaan inovasi di dalam
kelas.
Tahap 4 : Keprihatinan terkait Dampak. Ketika bereaksi
pada tahap ini, seorang guru lebih memperhatikan bagaimana inovasi akan
berdampak lain pada seluruh organisasi. Mereka tertarik untuk mengetahui bagaimana
porgam baru mempengaruhi siswa, rekan-rekan dan masyarakat.
Ketika bekerja dengan ORC Model pendidik harus
berurusan secara langsung dengan keprihatinan pada tahap 2,3 dan 4. Jika mereka
mengabaikannya maka tidak akan ada orang yang membeli inovasi, atau akan
berurusan dengan cara yang tidak dimaksudkan dalam konsepsi program. Sering
masalah tersebut dapat diatasi oleh pemimpin kurikulum yang menjaga semua staf ,informasi
inovasi dan mereka yang melibatkan orang-orang yang akan langsung dipengaruhi
dalam keputusan-keputusan awal mengenai inovasi.
2. Kursus Hambatan Kepemimpinan Model.
Model
lain yang berurusan dengan pelaksanaan adalah kursus hambatan kepemimpinan
(LOC) Model. Model ini tumbuh dari karya Neal Gross untuk menentukan
keberhasilan atau kegagalan organisasi. Pada dasarnya secara umum LOC Model
mengatasi penolakan untuk mengubah model. Perlakukan ini menolak perubahan
sebagai masalah dan mengusulkan bahwa data yang harus dikumpulkan untuk
menentukan tingkat dan sifat perlawanan. Idenya adalah untuk para pemimpin yang
menetralisir hambatan ini. Mereka dapat melakukan ini dengan memastikan lima
kondisi/tahap yang ada:
- Anggota Organisasi harus memiliki pemahaman yang jelas tentang inovasi yang diusulkan.
- lndividu dalam organisasi harus diberikan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan proses inovasi
- Bahan dan peralatan yang diperlukan untuk inovasi harus dilengkapi
- Organisasi sekolah dalam hal ini harus dimodifikasi sehingga cocok dengan inovasi yang disarankan.
- Peserta dalam inovasi harus termotivasi untuk menghabiskan waktu diperlukan dan usaha untuk membuat inovasi yang sukses.
Pemimpin
Kurikulum bertanggung jawab untuk menjamin bahwa lima kondisi ini hadir selama waktu/masa
pelaksanaan percobaan. Wewenang proses manajemen itu sendiri untuk menetapkan
kondisi ini. LOC model meluas menjadi ORC model. Perubahan konsep pendidikan
ORC model ada dua tahap proses:
1. Inisiasi,
2. Penggabungan atau dimasukkannya inovasi sebagai bagian
dari proses organisasi yang berkelanjutan
LOC
model ini mempertimbangkan perubahan pendidikan sebagai tiga tahapan berurutan:
1. Inisiasi
2. Percobaan pelaksanaan
3. Penggabungan
Dalam model ini manajemen tidak hanya bertanggung jawab untuk
mengatasi perlawanan pada upaya awal perubahan, manajemen juga harus membangun
dan memelihara kondisi yang diperlukan agar tugas dapat dicapai selama
pelaksanaan percobaan dan juga selama pemeliharaan program didirikan. Dalam
tahap kedua model ini, keterampilan dan kemampuan baru guru akan diperlukan untuk mengimplementasikan program
baru. Mereka menyarankan untuk mengembangkan keterampilan mereka yang kurang,
dapat dikembangkan melalui kegiatan pelatihan.
Program
baru memerlukan bahan-bahan baru, seperti yang ditunjukkan oleh tahap ketiga. Guru
ikut menyatakan apa bahan akan diperlukan. Pemimpin akan menjamin dana yang
diperlukan untuk menyiapkan bahan-bahan
dan peralatan yang diperlukan untuk mengajar program studi sosial baru. Sebagai
bagian dari tahap keempat, ruang dan jadwal akan disesuaikan. Harus adanya
modifikasi organisasi sekolah yang disesuaikan dengan inovasi yang disarankan ,
misalnya untuk Pembelajaran kooperatif, maka kelas pun juga disesuaikan dengan
keadaan yang mendukung terjadinya pembelajaran kooperatif tersebut.
Untuk
mengatasi penolakan terhadap perubahan, maka orang perlu mempertimbangkan semua
alasan mengapa orang menolak perubahan tersebut. Banyak guru baru, yang
menganjurkan program inovatif dan secara umum kemudian sekolah harus
mempertimbangkan stabilitas tenaga kerja ketika berusaha untuk menerapkan
kurikulum baru.
3. Linkage Model
Linkage
model yang dikembangkan oleh Ronald Havelock mengakui bahwa ada inovator di
pusat penelitian dan pengembangan, Universitas, dan sistem sekolah. Pendidik,
menemukan beberapa upaya inovasi yang tidak pantas untuk memecahkan masalah
sekolah. Yang dibutuhkan adalah kecocokan antara masalah sekolah dan inovasi
pembentukan hubungan inovasi. Titik awal untuk perubahan pendidikan adalah
proses pemecahan masalah, pengguna harus
mengungkap informasi yang relevan dengan masalah diidentifikasi nya.
Interaksi
sangat berguna bagi pengguna untuk mendapatkan keefektifan hubungan antara
sumberdaya sistem dan sistem pengguna. Sumber sistem harus memiliki gambaran
yang jelas dari masalah pengguna jika itu adalah untuk mengambil atau membuat
sesuai pengetahuan atau paket pendidikan. Sumber sistem juga harus mengirimkan
solusi yang mungkin untuk pengguna. Keberhasilan sumber sistem harus
melanjutkan melalui siklus diagnosis, pengambilan, fabrikasi solusi,
penyebaran, dan evaluasi untuk menguji produk.
Dalam
linkage model proses dasar adalah transfer pengetahuan. Di sekolah yang
menggunakan model ini, seluruh tujuan dikembangkan dan menguji coba melalui
tahap diagnosa masalah, mencari, perbaikan, dan seterusnya, sehingga
pengetahuan dapat ditransfer ke seluruh staf sekolah dengan cara yang akan
memungkinkan mereka untuk melihat relevansi inovasi dan merasa nyaman dan
terampil dalam implementasinya.
4. Model Pengembangan Organisasi.
Schmuck
dan Miles memposisikan banyak pendekatan pengembangan pendidikan dari tahun
1960-an dan l970s tidak berhasil karena para pemimpin beranggapan bahwa
mengadopsi adalah sebuah proses rasional. Berbicara pandangan seperti memaksa
para pemimpin untuk mengandalkan pada aspek teknis inovasi dan Difusi. Schmuck
dan Milles menyarankan pengembangan organisasi atau OD adalah sebagai
pendekatan yang lebih baik.
Untuk
memahami model perubahan ini, pemimpin perlu menyadari bahwa ada beberapa pandangan
organisasi. Beberapa ilmuwan sosial menyimpulkan organisasi sebagai gabungan
individu atau kelompok yang datang bersama-sama untuk mencapai tujuan dan
sasaran tertentu, dengan menggunakan fungsi berbeda yang terkoordinasi secara
rasional dan diarahkan menurut beberapa jadwal. Pandangan ini mengacu pada
sebuah struktur birokrasi.
Melihat
implementasi dari sikap organisasi, pendidik menyadari bahwa organisasi dapat
menciptakan kondisi yang secara signifikan mempengaruhi bagaimana individu
memahami inovasi dan cara-cara melaksanakannya. Chris Argyris dalam sebuah
diskusi tentang konsep organisasi belajar, mencatat bahwa belajar terjadi
ketika sebuah organisasi mencapai kesesuaian antara apa yang direncanakan untuk
tindakan dan hasil aktual dari rencana yang diimplementasikan.
Blake
dan Mouton telah menguraikan beberapa prinsip-prinsip pengembangan organisasi
dengan penerapan pendidikan:
1. Unit perubahan adalah sebuah organisasi yang otonom
dan bertanggung jawab untuk dirinya sendiri. Unit OD harus mengandung otoritas
penting untuk menetapkan arah baru dalam dirinya.
2. Kepemimpinan harus secara aktif terlibat dalam
pengambilan keputusan untuk membawa perubahan yang dibutuhkan.
3. Seluruh
sistem manusia dalam organisasi harus terlibat
4. Mereka bertanggung jawab untuk mengelola perubahan,
perlu diberi kesempatan untuk mempelajari konsep-konsep dari perilaku pemimpin.
OD melibatkan
pelatihan kelompok, bukan individu dalam komunikasi dan keterampilan pemecahan
masalah. Hal ini membutuhkan orang untuk membentuk kelompok dan bertekad agar
sistem berfungsi efisien. Ini mendorong anggota untuk berkolaborasi(bekerjasama)
dalam kelompok untuk memecahkan masalah mereka sendiri. Pendidik yang
menggunakan pendekatan inovasi dari perspektif OD menyadari bahwa departemen
utama dan divisi sekolah harus identifikasi, program dan prosedur harus dibuat
jelas. Kelompok ini bertanggung jawab untuk mendesain ulang struktur dan
prosedur untuk mencapai tujuan. Sekolah harus dilihat sebagai sebuah sistem di
mana tindakan dalam satu bagian dapat mempengaruhi bagian lainnya.
5. Rand Agen Perubahan Model
Model
ini diciptakan oleh Rand Corporation dalam upaya evaluasi pada tahun 1970-an,
ada empat program federal yang utama:
1. Undang-undang pendidikan sekolah dasar dan menengah,
judul III (inovatif proyek)
2. Undang-undang
pendidikan dasar dan menengah, judul VII (dwibahasa proyek)
3. Undang-undang
pendidikan kejuruan (teladan program)
4. hak untuk
membaca Program.
Dari
penelitian mereka, Rand menyimpulkan bahwa hambatan utama untuk mengubah tampaknya
berada dalam dinamika organisasi sekolah setelah keputusan yang telah dibuat
untuk mengadopsi Program baru atau praktek. Rand Model menunjukkan tiga tahap
dalam proses perubahan:
1.
Inisiasi,
2. Implementasi,
3. Penggabungan.
Setelah
pemimpin kurikulum mencapai dukungan dari anggota organisasi aktivitas
perubahan memasuki tahap berikutnya.
Pada tahap ini, usulan perubahan atau program dan organisasi lokal sekolah
dimodifikasi untuk beradaptasi dengan program atau prosedur. Asumsinya adalah
bahwa keberhasilan implentasi adalah fungsi karakteristik usulan perubahan,
kemampuan pengajaran dan staf administrasi. sifat masyarakat setempat, dan
struktur organisasi sekolah.
Prosedur yang diuraikan dan dikelola untuk memastikan bahwa program yang
diimplementasikan disediakan dengan personil yang diperlukan dan dukungan
keuangan sehingga terus disampaikan dalam cara yang dimaksudkan. Hasil studi
Rand menyoroti fakta bahwa keberhasilan pelaksanaan memerlukan sekelompok
profesional dan petugas yang memperhatikan dinamika organisasi.
E. Peranan Agen Perubahan
Upaya perubahan memerlukan agen perubahan. Agen perubahan mungkin bisa siswa, guru, administrator, konsultan, dosen, karyawan,
orang tua, warga awam, dan pejabat politik yang tertarik dalam pendidikan. Mereka
sering dapat memainkan peran yang berbeda pada waktu yang berbeda dalam proses
perubahan, tergantung keahliannya. Dan Orang-orang lain yang secara resmi
mengasumsikan peran tertentu sebagai konsultan, peneliti, atau sistem ahli.
Seseorang
harus memulai proses perubahan atau setidaknya bereaksi terhadap permintaan. Hampir
semua orang di komunitas pendidikan dapat menjadi inisiator. Inisiator tetap dengan upaya perubahan
keseluruhan. Inisiator katalis dan tidak aktif terlibat dalam salah satu tahap
kurikulum perubahan. Kesuksesan proyek perubahan selalu pada fase inisiasi
dengan beberapa orang (atau kelompok) sebagai pemprakarsa.
1. Guru Sebagai Pemprakarsa.
Guru
memainkan peran utama dalam program perbaikan. Guru dapat membantu melaksanakan
perubahan karena mereka tahu iklim organisasi sekolah dan mereka mendukung
orang-orang yang terlibat dalam perubahan. Kepala sekolah telah menciptakan
suasana di mana ada hubungan kerja yang baik antara guru, dan guru bersedia
mengambil risiko untuk menciptakan dan memberikan program dinamis, dan
memungkinkan program perubahan akan
dilaksanakan.
2. Kepala sekolah sebagai pemprakarsa
Kepala
sekolah memainkan peran yang besar dalam program perbaikan. Mereka dapat
membantu keberhasilan pelaksanaan perubahan karena mereka tahu iklim/suasana
organisasi sekolah dan mereka mendukung orang terlibat dalam perubahan. Berman
dan Mc. Laughin menunjukan bahwa pentingnya kepala sekolah dalam Studi
Rand. Kontribusi utama Kepala sekolah untuk implementasi, menurut para peneliti rand
bukanlah bagaimana melakukan nasihat, yang biasanya ditawarkan oleh direktur proyek
atau konsultan, tetapi dalam memberikan dukungan moral kepada staf dan dalam
menciptakan iklim organisasi yang memberikan kekuasaan proyek.
- Koordinator fasilitator
Fasilitator dari dalam organisasi sekolah berkonsentrasi pada proses
pengembangan kurikulum, pelaksanaan dan evaluasi. Guru dan kepala sekolah juga
dapat memainkan peran ini. Kepala sekolah dapat menjadi fasilitator ketika ia
bekerja untuk membangun unit organisasi produktif yang memungkinkan untuk
perencanaan koperatif dan kelompok musyawarah. Prinsip seorang fasilitator
ketika ia menciptakan dan menumbuhkan iklim yang profesional serta pertumbuhan
dan keterampilan kepemimpinan antara staf. Kepala sekolah memainkan peran ini
ketika staf berkesempatan untuk menerima dan melaksanakan berbagai tanggung
jawab kepemimpinan. Jika guru secara aktif terlibat dalam pengembangan
kurikulum, kemudian kepala sekolah harus membebaskan mereka dari beberapa tugas mereka sehingga mereka dapat
menyelesaikan tugas-tugas baru mereka.
- Pengawas
Proses pengembangan kurikulum dan pelaksanaan memerlukan pengawasan. Pengawas
harus memantau apa yang terjadi dan menentukan apakah tindakan ini sesuai,
terutama di tingkat pelaksanaan. Selain itu selama tahap implementasi kurikulum,
tidak hanya cara mengajar yang diawasi tetapi juga konten yang sedang dibahas.
Pengawas menyediakan arah dan bimbingan dan memastikan
guru memiliki keterampilan untuk melaksanakan perubahan. Mereka bertanggung
jawab mengawasi pengembangan kurikulum dan pelaksanaan atau mengarahkan karya
orang lain. Membuat keputusan tertentu, khususnya melibatkan tindakan dan
berinteraksi dengan orang lain yang terlibat dalam upaya perubahan. Supervisor
menyadari bahwa mereka harus mengubah taktik mereka tergantung pada situasi dan
para peserta. Mereka perlu menjadwalkan lebih banyak kesempatan untuk bimbingan
dan lebih dalam pelayanan pelatihan bagi anggota staf untuk memberikan
kurikulum baru. Roland Doll menunjukkan bahwa supervisor memiliki 3 tugas
utama:
1. membantu keseluruhan fakultas dalam menentukan tujuan
pendidikan dan pemantauan tindakan profesional untuk melihat bahwa tujuan ini
ditaati
2.
instruksional kepemimpinan demokratis dan
3. menjaga
saluran komunikasi dalam organisasi sekolah dan antara sekolah dan masyarakat
saling terbuka.
Supervisor yang dapat melaksanakan tanggung jawab mereka dalam berbagai
cara. Beberapa cara yang populer adalah kelas pengamatan supervisor, guru
konferensi kelompok kerja dan pengajaran demonstrasi. Dalam demonstrasi
mengajar supervisor bertanggung jawab untuk melatihan kegiatan yang akan lebih
efektif dari kurikulum. Sering supervisor terlibat dalam demonstrasi yang
mengajar untuk membuat cara kurikulum lebih dikenal untuk semua guru.
F. Kesimpulan
Orang yang mengerti bahwa
implementasi lebih dari bahan baru yang dibagikan/ kurikulum baru untuk
berhasil dilaksanakan, maka mereka perlu untuk memvisualisasikan tujuan
program, aturan orang dalam sistem dan orang-orang yang berinteraksi dengan
program baru. Manusia memerlukan rencana yang fleksibel , menyesuaikan rencana
dengan pelaksanaan. Perubahan adalah sebuah proses yang membutuhkan waktu.
Walaupun
orang sudah berusaha menciptakan kurikulum baru dan menerimanya, namun ada juga
kurikulum baru yang gagal kepentingan dan komplektisitas tahap pelaksanaan dan
pengembangan kurikulum tidaka dipahami. Pelaksanaan /implementasi kurikulum
sangat penting , implementasi adalah proses perubahan yang direncanakan. Karena
itu kita harus memahami hubungan perubahan dengan perencanaan dan dengan
interaksi individu, kelompok dan sistem.
DAFTAR PUSTAKA
Ornstein, Allan c.
and Hunkins, Francis P. Curriculum
Foundation, Principles, and Issues. New Jersey : Prentice Hall.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar