Laman

Sabtu, 27 April 2013

PEMBELAJARAN YANG MENGOPTIMALKAN POTENSI SISWA/MAHASISWA



PEMBELAJARAN YANG MENGOPTIMALKAN POTENSI SISWA/MAHASISWA

A.  Pengertian Pendidikan, Pengajaran dan Potensi
Dalam sebuah proses pembelajaran terdiri atas berbagai unsur, mulai dari guru, siswa, materi pelajaran, strategi dan metode pengajaran serta media pembelajaran. Proses belajar yang dialami siswa merupakan bagian dari pendidikan dan pengajaran. Pendidikan pada hakikat untuk perkembangan individu. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan.
            Pendidikan nasional juga berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat, dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (pasal 3). Dari uraian tersebut maka pendidikan dapat dikatakan sebagai usaha untuk mengembangkan potensi peserta didik (siswa) agar menjadi manusia yang dicita-citakan, yang dilakukan secara sadar dan terencana. Karena dalam proses pembelajaran sebagai proses pendidikan itu terjadi aktivitas mengajar (oleh guru) dan aktivitas belajar (oleh siswa), maka mengajar dapat dimaknai sebagi upaya pengembangan potensi siswa.
Ada beberapa definisi mengajar yang dikemukan para ahli pendidikan, salah satunya menurut pendapat Fox seorang ahli pendidikan Inggris. Fox (dalamhttp://www.gurusukses.com/) mengelompokkan definisi mengajar dalam empat kategori, yaitu:
1.      Transfer. Dalam model ini, mengajar dilihat sebagai proses pemindahan pengetahuan (process of transferring knowledge) dari seseorang (guru) kepada orang lain (siswa). Siswa (anak) dipandang sebagai wadah yang kosong (empty vessel), dan jika pengetahuan tidak berhasil ditransferkan masalahnya cenderung dilihat sebagai kesalahan siswa.
2.      Shaping. Pengajaran merupakan proses pembentukan siswa pada bentuk-bentuk yang ditentukan. Di sini siswa diajar keterampilan-keterampilan dan cara-cara bertingkah laku yang dianggap bermanfaat bagi mereka. Minat dan motif siswa hanya dianggap penting sepanjang membantu proses pembentukan tersebut.
3.      Travelling. Dalam model ini pengajaran dilihat sebagai pembimbingan siswa melalui mata pelajaran. Mata pelajaran dipandang sebagai sesuatu yang menantang dan kadang-kadang sulit untuk dieksplorasi.
4.      Growing. Model ini memfokuskan pengajaran pada pengembangan kecerdasan, fisik, dan emosi siswa. Tugas guru adalah menyediakan situasi dan pengalaman untuk membantu siswa dalam perkembangan mereka. Ini merupakan model yang berpusat pada siswa (a child-centred model), di mana mata pelajaran penting, tidak sebagai tujuan, tetapi sepanjang sesuai dengan kebutuhan siswa dan berada dalam minat siswa.
Dalam proses pembelajaran, guru harus memfasilitasi siswa untuk mengembangkan potensi dirinya, bukan sekadar menyampaikan materi pelajaran. Karena pendidikan berbentuk proses pembelajaran, yang intinya guru mengajar dan siswa belajar, maka berdasarkan konteks ini, mengajar seyogyanya dimaknai sebagai penumbuhkembangan potensi siswa.
Menurut kamus bahasa Indonesia, potensi adalah kesanggupan, daya, kemampuan untuk lebih berkembang. Setiap orang memiliki potensi, dan tentu berbeda setiap apa yang dimiliki antara satu orang dengan orang lain. Potensi siswa yang dimaksud  disini adalah kapasitas atau kemampuan dan karakteristik / sifat individu yang berhubungan dengan sumber daya manusia yang memiliki kemungkinan dikembangkan dan atau menunjang pengembangan potensi lain. Potensi itu meliputi potensi fisik, intelektual, kepribadian, minat, potensi moral dan religius (dalam http://djangkrigdjoloendo.blogspot.com).
1. Potensi Fisik
Kondisi kesehatan fisik dan keberfungsian anggota tubuh diperoleh melalui pemeriksaan medis yang dilakukan oleh tenaga medis dan  observasi perilaku dalam mengikuti aktivitas pembelajaran oleh guru.
2. Potensi Intelektual.
Potensi intelektual terbagi lima kelompok, yaitu:
1. Prestasi Akademik.
2. Kecerdasan Umum
Kecerdasan umum meliputi:
a.       Kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan tepat.
b.      Memecahkan masalah;
c.       Menciptakan produk di lingkungan yang kondusif dan alamiah;
d.      Kecenderungan untuk menetapkan dan mempertahankan tujuan tertentu; dan
e.       Kemampuan mengkritik diri sendiri.
3. Kemampuan Khusus / Bakat
            Kemampuan khusus atau bakat meliputi:
a. Kemampuan verbal-kebahasaan
b. Kemampuan logis-matematis
c. Kemampuan seni
d. Kemampuan tilikan ruang
e.  Kemampuan badaniah-kinestetik
f.  Kemampuan musik
g.  Kemampuan antarpibadi
h.  Kemampuan kealaman
4. Kreativitas
            Kreativitas meliputi :
a.       Memiliki dorongan ingin tahu yang besar
b.      Sering mengajukan pertanyaan
c.       Memiliki banyak gagasan
d.      Bebas dalam menyatakan pendapat
e.       Memiliki rasa keindahan
f.       Menonjol dalam salah satu bidang seni
g.      Memiliki pendapat sendiri dan mampu mengungkapkannya
h.      Memiliki rasa humor tinggi
i.        Daya imajinasi yang kuat
j.        Orisinalitas
k.      Dapat bekerja sendiri
l.        Senang mencoba hal-hal baru
m.    Mampu mengembangkan dan memerinci gagasan
5. Kepribadian
Kepribadian meliputi:
a.       Kemampuan mengelola emosi,
b.      Kemampuan mengembangkan dan menjaga motivasi belajar / berprestasi,
c.       Kepemimpinan,
d.      Kemampuan menyesuaikan diri,
e.       Kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi,
f.       Responsibilitas, 
g.      Orientasi nilai, moral dan religi,
h.      Kecenderungan kebutuhan,
i.        Sikap,
j.        Kebiasaan, dan sebagainya.

           Dr. Sumardi, M.Sc. dalam bukunya Password Menuju Sukses yang dikutip dari http://mgmpbindobogor.wordpress.com/2008/11/19/ ada tiga belas jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan bahasa, logika, visual-ruang, raga, musik, sosial (interpersonal), pribadi (intrapersonal), masak (kuliner), alam (natural), emosi, spiritual, keuletan, dan keuangan. Sembilan kecerdasan pertama dikemukakan pertama kali pada tahun 1983 oleh Howard Gardner, seorang psikolog Amerika Serikat dan diberi label multiple intelligences atau kecerdasan majemuk. Kecerdasan emosi dikemukakan oleh Daniel Goleman. Kecerdasan keuletan dimunculkan oleh Paul G. Stoltz dan kecerdasan keuangan digagas oleh Robert T. Kiyosaki.
 Dengan mengetahui ada begitu banyaknya potensi yang perlu dikembangkan pada diri siswa/mahasiswa, maka guru perlu mencari dan memilih cara untuk mengembangkan dan mengoptimalkan seluruh potensi tersebut  melalui kegiatan belajar yang dijalani siswa dan mencapai tujuan pembelajaran yang dicita-citakan. 


B. Pentingnya Pembelajaran dengan Mengoptimalkan Potensi
Proses belajar yang dilalui seseorang secara umum bertujuan untuk perubahan perilaku agar lebih baik dan berkembang. Pelaksanaan proses belajar itu sendiri sebenarnya melibatkan seluruh potensi seseorang. Aspek pribadi yaitu kognisi, afeksi dan perilaku, masing-masing memberi kontribusi untuk tercapainya tujuan belajar yang diinginkan. Proses belajar yang dialami siswa/mahasiswa tidak hanya sebatas transfer ilmu dari guru/dosen (teaching oriented learning), tetapi yang lebih penting adalah bagaimana siswa dapat memaknai proses belajarnya, siswa dapat menggali dan mengotimalkan seluruh potensi yang ia miliki untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dicita-citakan.
Mengingat begitu pentingnya mengembangkan potensi siswa/mahasiswa maka guru/dosen perlu mencari strategi pembelajaran yang tepat untuk dapat memfasilitasi dan mengembangkan seluruh potensi dengan maksimal, karena potensi yang dimiliki siswa tidak hanya sebatas kemampuan/intelegence, tetapi ada potensi lain seperti  bakat, kreativitas, motivasi dan aspek kepribadian yang lain yang perlu dikembangkan melalui proses belajar yang dialami siswa. Artinya proses pembelajaran harus berorientasi tentang bagaimana cara mengaktifkan siswa semaksimal mungkin, dan memperlakukan mereka sebagai seseorang yang memiliki potensi-potensi yang dapat dikembangkan, serta memberikan kesempatan secara optimal untuk merealisasikan dan mengaktualisasikan dirinya sendiri sesuai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Salah satu strategi yang dapat digunakan guru/dosen untuk mengembangkan potensi siswa/mahasiswa adalah dengan pembelajaran aktif (active learning). Dalam pembelajaran aktif Guru/dosen juga harus dapat memfasilitasi proses belajar yang dialami siswa untuk mengembangkan potensinya. Melalui Pembelajaran Aktif (Active Learning) siswa diarahkan untuk menemukan sendiri, memecahkan persoalan sendiri dan mengembangkan makna materi pelajaran dengan realitas kehidupannya. Dengan demikian, siswa terus mengasah kecerdasan logika saat merumuskan ide-ide atau pendapat, kecerdasan bahasa saat menyampaikan secara lisan ide atau pendapat tersebut, kecerdasan keuletan saat harus beradu argumen dengan teman, kecerdasan intrapersonal saat harus bersikap toleran kepada yang lain, dan seterusnya.
            Dalam menerapkan pembelajaran aktif yang dapat mengoptimalkan potensi siswa, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Sebagaimana yang di jelaskan Prof. Drs. H. Burhanuddin Salam, MM, bahwa ada beberapa faktor penunjang efisiensi belajar, yaitu:
1. Kesiapan (readiness) , adanya kesiapan untuk belajar,  baik secara fisik, mental harapan, skil, dan latar belakang
2. Minat dan konsentrasi, adanya minat yaitu perhatian khusus dan konsentrasi  yaitu pemusatan perhatian pada materi pelajaran dan proses pembelajaran yang dialami siswa/mahasiswa.
3. Keteraturan akan waktu dengan disiplin, dengan adanya disiplin waktu, maka ini akan membina sikap mental yang baik pada diri siswa untuk memaknai proses belajarnya. 
Dengan adanya faktor penunjang efisiensi belajar tersebut, diharapkan siswa dapat menjalani proses pembelajaran aktifnya dengan lebih baik. Ada bebera langkah yang dapat dilakukan guru/dosesn untuk membuat siswa aktif semenjak dini, yaitu dengan membuat :  
  1. Team building (pembentukan tim), yaitu membantu siswa-siswa menjadi lebih terbiasa satu sama lain atau menciptakan suatu semangat “kerja sama” dan “saling ketergantungan”.
  2. On-The-Spot assessment (penilaian di tempat), yaitu : guru mempelajari tentang perilaku-perilaku siswa-siswa, pengetahuan, dan pengalaman siswa. 
  3. Immediate learning involvement (keterlibatan belajar seketika), yaitu ; guru menciptakan atau memotivasi minat awal dalam pokok bahasan.
Selain itu ada beberapa langkah yang dapat dilakukan guru/dosen untuk  membantu siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan perilaku secara aktif dan  mendorong siswa untuk berpikir, merasakan, dan menerapkan, yaitu :
  1. Full-class learning (belajar sepenuhnya di dalam kelas); petunjuk dari pengajar yang merangsang seluruh kelas.
  2. Class discussion (diskusi kelas);dialog dan debat mengenai pokok-pokok bahasan utama.
  3. Question prompting (cepatnya pertanyaan); siswa meminta klarifikasi/penjelasan.
  4. Collaborative learning (belajar dengan bekerja sama); tugas-tugas dikerjakan dengan kerja sama dalam kelompok-kelompok kecil siswa.
  5. Peer teaching (belajar dengan sebaya), petunjuk diberikan oleh siswa.
  6. Independent learning (belajar mandiri), aktivitas-aktivitas belajar dilakukan secara invidual.
  7. Affective learning (belajar afektif), aktivitas-aktivitas yang membantu siswa untuk menguji perasaan-perasaan, nilai-nilai dan perilaku-perilaku mereka.
  8. Skill development (pengembangan keterampilan), mempelajari dan mempraktikan keterampilan-keterampilan, baik teknis maupun non-teknis.(Ujair Sanaky AH dalam http://ccpbelajar.blogspot.com/2012/08/ ).
C. Strategi dan Model pembelajaran Aktif yang Dapat Mengoptimalkan Potensi Siswa/mahasiswa
            Untuk dapat mengotimalkan potensi siswa dalam pembelajaran, maka guru/dosen bisa menggunakan banyak cara untuk mewujudkan pembelajaran yang mengoptimalkan potensi siswa. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Contextual Teaching Learning
Contextual Teaching Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.  Pengetahuan dan keterampilan siswa dapat diperoleh dari usaha siswa mengkontruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar. 

Pembelajaran CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran produktif yakni:
a.       Konstruktivisme,
b.      Bertanya (questioning),
c.       Menemukan (Inquiry),
d.      Masyarakat belajar (learning komunity),
e.       Pemodelan (modeling), dan
f.       Penilaian sebenarnya (autentic assement).
Landasan filosofi Contextual Teaching Learning adalah kontruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, siswa harus mengkontruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Bahwa pengetahuan tidak dapat dipisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual, yaitu:
  1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating learning)
  2. Pemerolehan pemngetahuan yang sudah ada (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
  3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun  (1) hipotesis (2) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan
  4. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applaying knowledge)
  5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengetahuan tersebut

 Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional

No
PENDEKATAN CTL
PENDEKATAN TRADISIONAL
1
Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran
Siswa adalah penerima informasi secara pasif
2
Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi.
Siswa belajar secara individual
3
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau yang disimulasikan
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
4
Perilaku dibangun atas dasar kesadaran diri
Perilaku dibangun atas dasar kebiasaan
5
Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman
Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan
6
Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri
Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian (angka) rapor
7
Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan
Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman
8
Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata
Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural: rumus diterangkan sampai paham kemudian dilatihkan
9
Pemahaman siswa dikembangkan atas dasar yang sudah ada dalam diri siswa
Pemahaman ada di luar siswa, yang harus diterangkan, diterima, dan dihafal
10
Siswa menggunakan kemampuan berfikir kritis, terlibat dalam mengupayakan terjadinnya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggung jawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan membawa pemahaman masing-masing dalam proses pembelajaran
Siswa secara pasif menerima rumusan atau pemahaman (membaca, mendengarkan, mencatat, menghafal) tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran
11
Pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Manusia diciptakan atau membangun pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami pengalamannya
Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep, atau hukum yang berada di luar diri manusia
12
Karena ilmu pengetahuan itu dikembangkan oleh manusia sendiri, sementara manusia selalu   mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu selalu berkembang.
Bersifat absolut dan bersifat final
13
Siswa diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing
Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran
14
Penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan
Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa
15
Hasil belajar diukur dengan berbagai cara : proses, bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, tes, dll.
Hasil belajar hanya diukur dengan hasil tes
16
Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting
Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas
17
Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek
Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek
18
Perilaku baik berdasar motivasi intrinsic
Perilaku baik berdasar motivasi ekstrinsik
19
Berbasis pada siswa
Berbasis pada guru
20
Seseorang berperilaku baik karena ia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat
Seseorang berperilaku baik karena dia terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan ini dibangun dengan hadiah yang menyenagkan

2. Pembelajaran berbasis masalah
Pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Ada 3 ciri utama  strategi pembelajaran berbasis masalah ini yaitu: 
  1. Strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran. Maksudnya pembelajaran ini tidak hanya  sekedar mengharapkan siswa mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui strategi pembelajaran berbasis masalah siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkannya. 
  2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Strategi ini  menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses pembelajaran.
  3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir dilakukan secara sistematis dan empiris, sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
Selain itu, sebagai salah satu strategi yang dapat mengoptimalkan potensi siswa melalui belajar aktif, strategi ini juga memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Beberapa keunggulan strategi ini, yaitu:
1.      Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
2.      Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi siswa.  
3.      Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa. 
4.      Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentrasfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. 
5.      Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. 
6.      Melalui pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa. 
7.      Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. 
8.      Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
9.      Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar.
Stategi pembelajaran berbasis masalah dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan. Guru bertugas membimbing dan memfasilitasi siswa pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap yang dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial. Kemampuan yang harus dicapai oleh siswa, adalah siswa dapat menentukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada. Adapun kelemahan Strategi ini adalah:
  1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
  2. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan. 
  3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
3. Quantum learning
mulai diujicobakan oleh Bobby DePorter, Eric Jensen dan Greg Simmons lewat program yang diberi nama Super Camp. Quantum learning menerapkan tiga keterampilan dasar yang sangat diperlukan dalam proses belajar. Tiga keterampilan dasar itu meliputi keterampilan akademis, prestasi fisik dan keterampilan hidup (Rakhmat, 1997 dalam http://hidayah-ilayya.blogspot.com). strategi pembelajaran yang diterapkan quantum learning menekankan partisipasi aktif siswa untuk menenukan makna dan menciptakan kaitan materi dengan kehidupan sehari-hari.
4. Pembelajaran Kooperatif /Cooperatif learning
            Pada beberapa model pembelajaran kooperatif juga menjadi salah satu alternatif cara belajar aktif siswa untuk mengembangkan potensi siswa. Belajar kooperatif adalah suatu keberhasilan strategi pengajaran di dalam kelompok kecil, dimana setiap siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda, menggunakan kegiatan pembelajaran yang bervariasi untuk memperbaiki pemahaman mereka terhadap subjek . masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab tidak hanya untuk belajar apa yang diajarkan , tetapi juga membantu teman kelompok belajar, sehingga membuat suasana yang penuh prestasi. Siswa bekerja melalui tugas/penugasan sampai semua anggota kelompok mengerti dengan baik dan lengkap.Dalam beberapa model pembelajaran kooperatif, siswa bekerja sama dalam kelompok kecil, tetapi tetap dengan tanggung jawab penuh untuk mengembangkan potensinya, disamping berkontribusi untuk kelompoknya. Dalam pembelajaran kooperatif yang perlu diperhatikan guru adalah, kesempatan yang sama bagi siswa untuk mengembangkan potensi melalui tanggung jawab belajarnya secara individu maupun kelompok, dan selalu membimbing dan memfasilitasi siswa.
            Dengan pembelajaran kooperatif siswa diharapkan dapat mengembangkan berbagai potensi dalam dirinya, tidak saja kemampuan, tapi juga potensi-potensi lain, bakat, kreativitas dan sebagainya. Dengan kerjasama dalam kelompok, ini bisa mengembangkan kepribadian siswa, kemampuan antar pribadi dan kreativitas siswa. Dengan pembelajaran kooperatif ada banyak manfaat yang bisa didapatkan, yaitu:
  1. Meningkatkan belajar siswa  dan prestasi akademik
  2. meningkatkan penyimpanan/ingatan siswa
  3. Mempertinggi kepuasaan belajar siswa dengan pengalaman belajar mereka
  4. Membantu siswa mengembangkan kemampuan dalam komunikasi lisan.
  5. Mengembangkan keahlian/ kemampuan sosial siswa
  6. Meningkatkan penghargaan diri siswa
  7. Membantu meningkatkan jalannya hubungan positif 

Nurhadi dkk (2004) dalam http://www.majalahpendidikan.com/2011/04/ perbedaan-pembelajaran-kooperatif.html mengemukakan sejumlah perbedaan antara belajar tradisional (belajar kelompok biasa) dengan belajar kooperatif sebagai berikut:

No
Kelompok Belajar Kooperatif
Kelompok Belajar Tradisional
1
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
2
Adanya akuntabilitas individul yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual seringkali diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota kelompok lainnya hanya enak-enak saja diatas keberhasilan temannya yang dianggap ‘pemborong’.
3
Kelompok belajar heterogen baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik dan sebagainya sehingga dapat saling menghargai satu sama lain.
Kelompok belajar biasa biasanya homogen dan seringkali menganggap kelompok lain sebagai musuh yang harus dikalahkan.
4
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.
Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.
5
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
Keterampilan sosial jarang diajarkan.
6
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakuakan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.
Pemantauan melalui observasi dan intervensi jarang dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok berlangsung.
7
Guru memperhatikan secara langsung proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru seringkali tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
8
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).
Penekanan seringkali hanya pada penyelesaian tugas.

Dengan adanya berbagai strategi pembelajaran yang dapat mengoptimalkan potensi siswa/mahasiswa ini, dapat membantu guru/dosen untuk memilih strategi mana yang cocok dengan materi pelajaran dan yang bisa dilakukan dalam mewujudkan pembelajaran aktif di kelas. Dengan pembelajaran aktif diharapkan proses pembelajaran bisa menjadi sesuatu yang bermakna dalam mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki siswa dalam dirinya, sehingga dengan mengotimalkan potensi siswa/mahasiswa tersebut, diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan/dicitas-citakan.








1 komentar: